Laman

Rabu, 30 November 2016

Diagnosis

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI PENYAKIT







Disusun Oleh :
Kelompok 5
 Kelas A
                                     
                                    Menry Sihotang                     G1B013014
                                    Fuandho Alfatihana P          G1B013029
Nanda Eka Putri                   G1B014011
                                    Rafita Nur Afifah                 I1A015022
                                    Nur Afiyani                           I1A015029
Nafiah Nuzul Fajriyati         I1A015047
Oktovany Agmal Armanda I1A015083
                                                                              


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Epidemiologi merupakan disiplin ilmu inti dari ilmu kesehatan masyarakat (public health). Profesor Sally Blakley dalam kuliah pengantar epidemiologi pada Tulane School of Public Health and Tropical Medicine, New Orleans, pada 1990 menyebut epidemiologi ”the mother science of public health”(Blakley, 1990). Kesehatan masyarakat bertujuan melindungi, memelihara, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi. Sedang epidemiologi memberikan kontribusinya dengan mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, meneliti paparan faktor -faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi penyakit tersebut. Pengetahuan tentang penyebab perbedaan distribusi penyakit selanjutnya digunakan untuk memilih strategi intervensi yang tepat untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi, dengan cara mengeliminasi, menghindari, atau mengubah faktor penyebab tersebut.
Persepsi masyarakat tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu obyektif. Bahkan banyak unsur subjektif dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat/sakit ini dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebagai contohnya indonesia mengacu pada International Statistical Classification of Diseases disingkat dengan ICD seperti yang telah ditetapkan dalamSK Menteri Kesehatan RI No.50/Menkes/SK/I/1998Yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit (KIP/10). Dalam ICD tersebut menjelaskan tentang pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal yang menyebabkan cedera atau penyakit, seperti yang diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian diagnosis dan sebutkan jenis-jenis diagnosis penyakit ?
2.      Jelaskan pengertian definisi kasus dan status kesehatan
3.      Jelaskan tentang pengklasifikasian penyakit berdasarkan ICD (International  Classification Of  Desease).

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian diagnosis dan jenis-jenis diagnosis penyakit.
2.      Untuk menjelaskan mengenai definisi kasus dan status kesehatan.
3.      Untuk mengetahui pengklasifikasian penyakit dengan sistem informasi kesehatan yang di dalamnya mencakup tentang klasifikasi penyakit yang sering dipakai di Indonesia serta berdasarkan ICD (International  Classification Of  Desease).





























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Diagnosis
            Diagnosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh seseorang (Ahlbom dalam Bustas, 2002). Sedangkan menurut kamus kesehatan diagnosis adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan satu penyakit atau kondisi dari yang lainnya. penilaian dapat dilakukan melalui : pemeriksaan fisik, test laboratorium atau sejenisnya, dan dapat dibantu oleh program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan.
            Proses diagnostik merupakan perpaduan dari aktivitas intelegtual dan manipulatif. Diagnosis sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penting pemberian nama dan pengklasifikasian penyakit-penyakit pasien, yang menunjukkan kemungkinan nasib pasien dan yang mengarahkan pada pengobatan tertentu. Diagnosis sebagaimana halnya dengan penelitian-penelitian ilmiah, didasarkan atas metode hipotesis. Metode hipotesis ini menjadikan penyakit-penyakit begitu mudah dikenali hanya dengan suatu kesimpulan diagnostik (Handayani, 2008).
            Diagnostik dimulai sejak permulaan wawancara medis dan berlangsung selama melakukan pemeriksaan fisik. Dari diagnosis tersebut akan diperoleh pertanyaan-pertanyaan yang terarah, perincian pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk  menentukan pilihan testserta pemeriksaan khusus yang akan dikerjakan. Data yang berhasil dihimpun, akan dipertimbangkan dan diklasifikasikan berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien serta hubungannya terhadap penyakit tertentu. Berdasarkan gejala-gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh penderita, maka penegakan diagnosis akan lebih terpusat pada bagian-bagian tubuh tertentu. Dengan demikian, penyebab dari gejala-gejala dan tanda-tanda tersebut dapat diketahui dengan mudah dan akhirnya diperoleh kesimpulan awal mengenai penyakit tertentu (Friedman,1986).
            Untuk menentukan adanya suatu penyakit dapat dilakukan diagnosis dengan cara :
1.      Anamnesis
Anamnesis adalah keterangan pasien tentang penyakitnya dan sering merupakan bagian yang paling penting dari pemeriksaan klinis. Gejala anamnesis diketahui berdasarkan apa yang dirasakan oleh pasien (hasil observasi subjektif pasien). Contoh : sakit kepala, mual, sakit perut, lini-linu 
      Sedangkan menurut Rengganis 2008, keluhan berupa gejala yang dirasakan oleh penderita atau pasien berdasarkan hasil observasi subjektif pasien terhadap dirinya. Misalnya anamnesis yang dilakukan pada penderita penyakit Asma Bronkial yaitu riwayat hidng ingusan atau mampet (rhinitis alergi), mata gatal, batuk yang serin kambuh (kronik), flu berulang, sakit akibat pergantian musim atau perubahan cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernafasan.
      Untuk mengetahui anamnesis terdapat 3 tingkat utama yaitu, sebagai berikut ;
a.       Perkenalan singkat untuk membangun suatu hubungan yang efektif.
b.      Tingkat utama saat dokter mendengarkan dengan hati-hati cerita pasien.
c.       Dokter menanyakan hal-hal tertentu untuk memperjelas riwayat penyakit dan untuk mendapatkan keterangan tentang gejala-gejala yang ada sekarang, kesehatan sebelumnya, riwayat keluarga dan keadaan sosial 
2.      Tanda
      Pemeriksaan fisik yaitu hasil pengamatan obyektif dokter/tenaga kesehatan terhadap keluhan pasien. Berdasarkan apa yang ditemukan tenaga kesehatan dalam pemeriksaaan. Contoh : panas, edem, memar, kembung (Entjang, 2000). Berupa hasil pengamatan dokter atau pemeriksaan kesehatan yang boleh dikatakan merupakan suatu observasi objektif yang dilakukan terhadap penderita. Misalnya pemeriksaan kesehatan pada penderita penyakit paru dengan dilakukannya rontgen (Sylvia, 2006).
3.      Pemeriksaan tes
      Pemeriksaan testmerupakan pemeriksaan berupa upaya diagnostik dengan mempergunakan bantuan hasil uji alat-alat laboratorium atau alat teknik pemeriksaan lainnya. misalnya untuk mengetahui seseorang pemakai narkoba dengan dilakukannya test urin. Urin tersebut akan diperiksa secara laboratorium, kemudian akan digunakan sebagai pedoman untuk mengambil tindakan yang lebih lanjut unruk pengobatan terhadap suatu kelainan kesehatan (Asmadi, 2008).

Metode diagnosis pada komunitas :
1.      Interview
Metode diagnosis dengan interview yaitu metode yang dilakukan dengan wawancara terhadap pasien. Wawancara medis adalah bagian terpenting dalam proses diagnosis karena akan membantu kita dalam membentuk gambaran tentang penyakit pasien selengkap dan seakurat mungkin. Peranan wawancara medis dalam proses diagnosis ini adalah untuk memberi informasi dan membantu dokter mengetahui tentang asal serta riwayat penyakit. Pengertian tentang asal riwayat penyakit dapat menjadi diagnosis awal, yang selanjutnya mengarah pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya yang akan dijalani (Asmadi, 2008).
Selain untuk membantu diagnosis, wawancara medis juga berperan dalam pengobatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah wawancara medis dapat menumbuhkan hubungan pasien-dokter menjadi lebih baik, dan dapat pula meningkatkan motivasi pasien untuk berobat. Secara umum tujuan dari wawancara medis adalah sebagai berikut (Modul Komunikasi Pasien-Dokter, 2008).
a.         Problem Centered Interview (PCI)
            PCI terdiri dari dekskripsi yang terperinci dari keluhan pasien. Ditambah fakta-fakta yang relevan tentang riwayat kesehatan sekarang,  riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat pribadi atau sosial (Basic Four / Fundamental Four). Pada umumnya seorang penderita datang kepada kita dengan satu atau sejumlah keluhan yang merupakan problem yang harus dipecahkan. Tugas kita adalah menerjemahkan tugas-tugas tersebut dalam bentuk penyakit atau diagnosis agar problemnya dapat terselesaikan.
b.         Health Promotion Interview (HPI)
HPI bertujuan untuk mendeteksi secara dini penyakit yang belum disadari oleh penderita atau memberikan keluhan. Selain itu, HPI juga mencegah penyakit dan mendapatkan data dasar yang mungkin kelak dapat digunakan untuk evaluasi.
1.      Observasi lapangan
Metode observasi lapangan merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung. Observasi ini yaitu metode dengan melakukan peninjauan lapangan untuk mendapatkan fakta pendukung dalam penelitian. Misalnya Observasi Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Hasil observasi tersebut peneliti menjumpai beberapa penderita kanker payudara yang sudah parah (Rosenta et.all, 2014).
2.      Intervensi/eksperimen
Intervensi merupakan kegiatan khusus yang dihasilkan dari proses diagnosis dan umpan balik, praktisi pengembangan organisasi digunakan untuk membawa perubahan. Tujuan dari intervensi ini meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal dan untuk meningkatkan kemampuan klien/komunitas dalam menghadapi masalah kesehatan melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier. Dikatakan juga bahwa intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Budihartono, 1994).
Mengamati suatu masyarakat, tidaklah mudah untuk mengetahui status kesehatannya (diagnosis status sakit, informasi atau data yang dipakai terbatas) (Chandra, 1996).

Hal-hal yang menghambat dalam menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut :
a.       Memerlukan waktu.
b.      Faktor biaya yang mahal.
c.       Adanya penyakit yang tidak harus memerlukan ketiga prosedur.
d.      Adanya subjektifitas dan kelemahan dari masing-masing cara (Bustan, 2002).




B.     Jenis-Jenis Diagnosis
1.      Diagnosis pasti
      Diagnosis pasti adalah diagnosis yang berdasarkan pada data sebelumnya dan juga data sesudahnya. Ciri-ciri diagnosis pasti yaitu sebagai berikut ;
a.       Bila ada tanda/ gejala patognomonik atau sekumpulan data yang patogonomik atau memenuhi kriteria yang disepakati.
b.      Tidak perlu lagi diagnosis banding (Notoatmodjo, 2003).
2.      Diagnosis kerja
      Diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada (diderida oleh) atau pasien. Contoh : suatu kurva suhu yang meningkat setiap hari ketiga adalah data klinik patognomonik untuk malaria vivax, suatu bronkhi basah pada dada bagian atas tanpa tognomonik TBC paru. Ciri-ciri diagnosis kerja yaitu sebagai berikut ;
a.       Tidak ada data patognomonik
b.      Harus ada diagnosis banding (Notoatmodjo, 2003).
3.      Diagnosis banding
      Diagnosis banding lazim juga deisebut diagnosis diferensial. Pada praktiknya, setelah mendapatkan data klinik yang cukup, akan mendapatkan beberapa kemungkinan penyakit yang sesuai dengan data klinik tersebut. Kemudian, dari sekumpulan kemungkinan tersebut dipilihlah satu kemungkinan terbesar yaitu diagnosis kerja, sedangkan yang lain diberi istilah diagnosis banding. Contoh :
a.       Data subjektif (S) : muntah darah, feses hitam, pucat dan lemas.
b.      Data objektif (O) : anemia, hepatomegal, spidernevi, splenomegali.
c.       Masalah : hematemesis melena (Noor, 1997).
4.      Diagnosis akhir
      Diagnosis akhir adalah rumusan diagnosis apabila dokter berpisah dengan pasiennya apakah meninggal dunia, apakah dirujuk, sudah sembuh atau pulang dari rumah sakit (Bustan, 2000).
5.      Diagnosis eksjuvantibus
      Sering juga disebut diagnosis pereklusionam adalah perumusan diagnosis lanjutan diagnosis kerja dan diagnosis banding, dimana diagnosis tidak terbukti tapi kemungkinan lain tidak mungkin berdasarkan data yang ada (Bustan, 2000).
C.    Definisis Kasus
            Kasus adalah sebuah valuasi medis atau epidemiologi dari satu orang atau sekelompok kecil orang untuk mengumpulkan informasi tentang kondisi kesehatan tertentu (kamus kesehatan). Untuk mendefinisikan kasus diperlukan kriteria diagnosa.
            Berdasarkan hasil suatu kriteria objektif yaitu sebagai berikut ;
a.       Pemisahan sakit dan sehat.
b.      Status kemungkinan (possible), barangkali (probable) dan jelas (definitive) sakit.
c.       Status sakit ringan, sedang atau berat.
d.      Kategori tingkat penyakit : tingkat I, II, III dan seterusnya (Bustan, 2002).
            Contoh dalam diagnosis malaria adalah kemungkinan dapat dikembangkan 3 jenis diagnosis malaria yakni, possible, probable dan definitive malaria yaitu sebagai berikut ;
a.       Jika ada fever, sakit kepala dan pegal disebut possible malaria.
b.      Jika ada respon terhadap pemberian terapi anti malaria, disebut probable malaria.
c.       Jika hasil pemeriksaan blood slide positif, disebut definitive malaria.

D.    Status Kesehatan
            Status kesehatan adalah suatu keadaan kedudukan orang dalam tindakan sehat dan sakit. Meningkatnya status kesehatan ditinjau dari faktor sosial adalah sejalan dengan meningkatnya derajat pendidikan, pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi tingkat status kesehatan seseorang (Notoatmodjo, 2011).
            Status kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh 4 faktor pendukung yaitu sebagai berikut ;
a.       Pencapaian umur harapan hidup dan angka kesehatan.
b.      Pencapaian keikutsertaan dalam pelayanan kesehatan, pencapaian kepuasan internal dan eksternal.
c.       Partisipasi dalam kehidupan sosial.
d.      Lingkungan tempat tinggal.
            Pada suatu komunitas, keempat pendukung tersebut mempunyai hubungan yang erat satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan dengan sumber daya alam, kepadatan penduduk, sistem budaya dan keseimbangan lingkungan (Pradono, 2009).
            Status kesehatan menurut H.L.Blum sering disebut juga sebagai The Force Field and Well Being Paradigms of Health, bahwa status kesehatan masyarakat disuatu tempat dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu sebagai berikut ;
a.       Faktor hederiter.
b.      Faktor health system atau health infrastructure.
c.       Faktor perilaku masyarakat.
d.      Faktor lingkungan.

Herediter
     

Pelayanan Kesehatan

Perilaku masyarakat

Lingkungan

Status Kesehatan
 






     Sumber : Hendrik L.Blum, 1974

1.      Hederiter/keturunan
         Faktor herediter adalah faktor yang berasal dari orang tuanya. Pada zaman dahulu faktor ini lebih banyak dianut untuk menjelaskan kesehatan masyarakat di suatu tempat. Konsep yang mengandalkan pada faktor ini kini ditinggalkan, khususnya setelah pediatri/rekayasa genetic mulai berkemang dalam dunia kesehatan anak (Bustan, 2002).
         Secara sederhana, penyakit manusia dapat dibagi kedalam beberapa kategori, salah satunya adalah penyebab yang disebabkan oleh faktor gen. Penyakit ini disebut juga sebagai herediter/keturunan. Contoh penyakit ini yaitu ; diabetes melitus, albino dan penyakit wilson (Asmadi, 2008).
2.      Pelayanan kesehatan
         Pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan individu (khususnya) dan masyarakat (umunnya). Beberapa aspek layanan kesehatan yang dapat mempengaruhi status kesehatan adalah tempat layanan kesehatan, kualitas petugas kesehatan, biaya kesehatan dan sistem layanan kesehatan (Azwar, 2010).
         Definisi health system disini adalah antara lain system pelayanan kesehatan, fasilitas yang tersedia, peraturan-peraturan yang berlaku untuk memudahkan orang mendapatkan pelayanan, kebijakan-kebijakan yang diterapkan dan lain-lain (Noor, 1997).
         Faktor yang mempengaruhi pemberantasan TB Paru antara lain sikap petugas kesehatan dalam menangani pasien, ketersediaan obat dan faktor penderitanya sendiri (Manalu, 2010).
3.      Perilaku
         Perilaku merupakan faktor berikutnya yang mempengaruhi status kesehatan. Sehat atau sakitnya individu, keluarga atau masyarakat dipengaruhi oleh perilakunya. Jika perilaku individu, keluargaa atau masyarakat sehat, dapat dipastikan akan sehat pula hasilnya. Perilaku manusia bukan sesuatu yang berdiri sendiri melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti : pendidikan, adat istiadat, sosial ekonomi dan sebagainya (Asmadi, 2008).
4.      Lingkungan
         Lingkungan berpengaruh besar terhadap status kesehatan individu. Pencapaian peningkatan status kesehatan bukan hanya tanggung jawab dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tetapi merupakan pengintegrasian berbagai kementerian atau institusi serta dukungan dari masyarakat sendiri untuk meningkatkan kesehatan (Pradono, 2009).
         Faktor lingkungan disini harus diartikan sebagai lingkungan dalam arti luas, meliputi : lingkungan fisik, biologi dan sosial ekonomi. Semakin kearah faktor lingkungan, semakin besar pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat. Pengaruh faktor lingkungan dan perilaku masyarakat secara bersama-sama memberikan konstribusi 70% terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat. Pengaruh faktor-faktor perilaku dan lingkungan memegang konstribusi besar, lebih dari 70% dari total pengaruh terhadap status kesehatan masyarakat setempat (Notoatmodjo, 2003).
         Status kesehatan di masyarakat, memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan status kesehatan terjadi pada masyarakat kota dengan masyarakat desa dalam pengambilan keputusan ketika mengalami sakit. Pada masyarakat kota, lapisan atas cenderung memilih dokter spesialis dalam pelayanan kesehatan. Pada masyarakat lapisan tengah, mereka lebih cenderung ke dokter umum, dokter spesialis, bidan dan perawat dalam pelayanan kesehatan. Sedangkan pada lapisan bawah, lebih memilih dokter, bidan dan perawat.Sedangkan pada masyarakat desa lebih mengggunakan pramerta dari pada biomedis, dikarenakan faktor ekonomi, ketidaktahuaan mereka kepada tenaga medis dan pendidikan yang rendah akan kesehatan (Friedman dalam Bustan, 2002).
         Status kesehatan pada tingkat sosial yang sedang mereka memperhatikan kesehatan walaupun tidak melakukan secara berkala, seperti tidak melakukan check up. Namun jika dia mengalami sakit dia menuju ke tenaga medis. Karena pada tingkat sosial ini mereka memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari pada tingkat sosial yang lebih rendah. Status kesehatan pada tingkat sosial tinggi, lebih memperhatikan kesehatan. Mereka melakukan pemeriksaan secara berkala. Seperti melakukan pemeriksaan kesehatan selama enam bulan sekali seperti halnya pada pemeriksaan gigi (Bustan, 2000).
E.     Klasifikasi penyakit
               Klasifikasi Penyakit merupakan suatu upaya untuk meningkatkan akurasi diagnosis setelah mempergunakan hasil pemeriksaan keluhan, gejala, test dan pembuatan kriteria diagnosis. Klasifikasi penyakit dapat dilakukan berdasarkan agen penyebabnya, etiologi penyakit, organ yang terserang, cara pengobatannya, cara penularannya, cara masuk atau keluarnya penyakit dan faktor keterpaparan, atau kepekaannya (Bustan, 2002).
               Klasifikasi penyakit internasional dilakukan perubahan setiap 10 tahun sekali. Hal ini disebabkan karena dengan kemajuan teknologi bidang kedokteran hingga klasifikasi yang lama dianggap tidak sesuai lagi di samping ditemukannya penyakit baru. (Budiarto, 2002).
               SK Menteri Kesehatan RI No.50/Menkes/SK/I/1998 Tentang Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Mengenai Penyakit Revisi Ke-10 (ICD 10) International Statistical Classification of Diseases, di Indonesia lebih dikenal dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit. Klasifikasi penyakit adalah penyusunan ke dalam kelompok tertentu berdasarkan hubungan antara kelompok dengan sifat-sifat yang dimiliki.
     Definisi sederhana dan klasifikasi dari penyakit ginjal sangat dibutuhkan untuk pengembangan dan pelaksanaan petunjuk dalam pelatihan klinis (Levey, 2005).
               Beberapa bentuk klasifikasi yang sering dipakai di Indonesia yaitu sebagai berikut ;
a.       Penyakit infeksi.
         Epidemiologi penyakit infeksi dapat dibedakan kembali dalam epidemiologi penyakit infeksi menular dan epidemiologi penyakit infeksi non-menular. Dengan makin meningkatnya tingkat pencemaran di negara kita atau makin panjangnya usia harapan hidup serta ketegangan dalam kehidupan sosial, maka morbiditas maupun mortalitas penyakit nonifeksi makin meningkat pula (Riyadi, 2014).
         Penyakit menular yang juga dikenal sebagai penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar dan trauma benturan) atau kimia (seperti keracunan) yang bisa ditularkan atau menular kepada orang lain melalui media tertentu seperti udara, tempat makan dan minum yang kurang bersih pencuciannya, jarum suntik dan transfusi darah.
         Cara penularannya yaitu melalui air (kolera, hepatitis A, leptospirosis), udara (TB, flu burung, DARS, leptospirosis), alat kelamin (HIV/AIDS, sifilis), kulit (cacar dan herfes) dan melalui binatang (toxoplas, ebola, flu burung dan leptospirosis). Macam-macam penyakit menularnya yaitu penyakit menular seperti batuk rejan (pertusis), cacar air (varicella), demamberdarah, diare, hepatitis (A,B,C), influenza, malaria, ruberculisis (TB), kurap, kudis, flu burung dan HIV.
         Penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agent biologis, faktor fisik (luka bakar dan trauma benturan) atau kimia (keracunan), tetapi tidak mampu untuk menularkan. Contoh : tetanus, streptococen, dan stafiloccen (Ryadi, 2014).
a.       Penyakit non-infeksi
            Penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Contoh penyakit non-infeksi yaitu : nutritional disease, nutritional related, penyakit metabolisme, penyakit geriatri, penyakit alkoholisme, penyakit kecanduan narkotik, penyakit karsinogenik, trauma aksidental, penyakit kardiovaskuler, penyakit kejiwaan, penyakit karena pencemaran (friedman, 1986).
b.      Tingkatan penyakit berdasarkan keseriusan, efek, durasi dan keluasan
1.      Akut
Kriteria pada penyakit akut yaitu relatif parah, berdurasi pendek dan sering kali dapat diobati, biasanya penderita akan sembuh atau meninggal.
2.      Sub-akut
Kriteria penyakit Sub-akut yaitu keparahan dan durasinya sedang, memiliki beberapa aspek akut dari penyakit, tetapi durasinya lebih panjang, tingkat keparahannya dapat menurunkan status kesehatan penderita, durasinya lebih panjang dari penyakit akut, penderita pada akhirnya diperkirakan sembuh dan pulih secara total serta penyakitnya tidak berkembang menjadi penyakit kronis.
3.      Kronis
Kriteria penyakit Kronis yaitu tidak terlalu parah, tetapi durasinya lama dan terus-menerus, berakhir dalam jangka waktu yang lama jika bukan seumur hidup. Pasien mungkin tidak akan pulih seperti sedia kala dan penyakit sewaktu-waktu dapat memburuk. Kehidupan mungkin tidak langsung terancam, tetapi penyakit mungkin berlangsung dalam jangka waktu sangat lama. Pada dasarnya ada 6 penyakit utama yang menyebabkan penyakit kronis dan bisa menimbulkan kematian pada seseorang yang berusia lebih dari 65 tahun yaitu : 1) penyakit jantung, 2) stroke, 3) kanker, 4) penyakit paru obstruksi kronis (ppok), 5) pneumonia dan 6) diabetes militus (kencing manis) 

F.     Klasifikasi Penyakit Berdasarkan  ICD (international classification of desease)
               ICD mengklasifikasikan entitas penyakit dan kondisi kesehatan lainnya untuk mengumpulkan informasi diagnostik, sedangkan ICF mengklasifikasikan domain dari fungsi dan kecacatan dalam hal fungsi tubuh dan struktur atau kegiatan dan partisipasi di tubuh, orang dan tingkat masyarakat. Sistem klasifikasi ICD dan ICF dimaksudkan oleh WHO untuk saling melengkapi sehingga untuk menangkap dan memberikan gambaran penuh kesehatan atau negara yang terkait dengan kesehatan individu 
               ICD-10 adalah klasifikasi statistik, yang berarti bahwa ICD-10 berisi nomor-nomor terbatas dari kategori kode eksklusif yang menggambarkan seluruh konsep penyakit. Klasifikasi mempunyai struktur hirarki dengan subdivisi-subdivisi untuk mengidentifikasi kelompok besar dan sesuatu yang spesifik (Depkes RI, 1999). Koding menurut WHO (Depkes RI, 1999) adalah penetapan sandi atau penentuan penggunaan nomor, huruf atau kombinasi huruf angka untuk mewakili komponen data terkait. Koding diagnosis harus dilaksanakan sesuai aturan sistem koding ICD-10 akurat dan tepat waktu.
               Tujuan ICD-10 diantaranya adalah untuk mendapatkan rekaman sistematis, melakukan analisis, interprestasi serta membandingkan data morbiditas dari negara yang berbeda atau antar wilayah pada waktu yang berbeda, untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi kode alfa-numerik yang akan memudahkan penyimpanan, mendapatkan data kembali dan analisis data, memudahkan entry data ke database komputer yang tersedia, menyediakan data yang diperlukan oleh sistem pembayaran atau penagihan biaya yang dijalankan, memaparkan indikasi alasan mengapa pasien memperoleh asuhan atau perawatan atau pelayanan, dan Menyediakan informasi diagnosis dan tindakan bagi riset, edukasi dan kajian assesment kualitas keluaran (Yuliani, 2010).
               Menurut Depkes RI (1999), struktur dasar ICD-10 yaitu terdiri dari 3 volume. Struktur dasar ICD-10 volume 1 adalah daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik dari penyakit dan kelompok penyakit beserta catatan “inclusion” dan “exclusion” dan beberapa cara pemberian kode, volume 2 berisi pengenalan dan petunjuk bagaimana menggunakan volume 1 dan volume 3, petunjuk membuat sertifikat dan aturan-aturan kode mortalitas, petunjuk mencatat dan mengkode kode morbiditas, dan volume 3 adalah indeks abjad dari penyakit dan kondisi yang terdapat
pada daftar tabulasi.
               Menurut Depkes (2006) bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi akurasi kode diantaranya adalah tenaga medis, dan tenaga rekam medis. Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak, dan tanggung jawab dokter (tenagaTerkait. Dokter sebagai penentu perawatan harus memilih kondisi utama dan kondisi lain dalam periode perawatan. Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang telah ditetapkan oleh tenaga medis, sebelum memberikan kode penyakit tenaga medis harus mengkaji data rekam medis pasien untuk menemukan hal yang kurang jelas atau tidak lengkap.
               Pengkodean klasifikasi penyakit berdasarkan ICD-10 yaitu sebagai berikut ;
Bab
Blok   
Jenis Penyakit
I
Penyakit Infeksi dan parasit
II
Neoplasma
III
Penyakit darah dan organ pembentuk darah termasuk ganguan sistem imun
IV
Endokrin, nutrisi dan ganguan metabolik
V
Ganguan jiwa dan prilaku
VI
Penyakit yg mengenai sistem syaraf
VII
Penyakit mata dan adnexa
VIII
Penyakit telinga dan mastoid
IX
Penyakit pada sistem sirkulasi
X
Penyakit pada sistem pernafasan
XI
Penyakit pada sistem pencernaan
XII
Penyakit pada kulit dan jaringan subcutaneous
XIII
Penyakit pada sistem musculoskletal
XIV
Penyakit pada sistem saluran kemih dan genital
XV
Kehamilan dan kelahiran
XVI
Keadaan yg berasal dari periode perinatal
XVII
Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan chromosom
XVIII
Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab yg tidak ditemukan pada klasifikasi lain
XIX
Keracunan, cedera dan beberapa penyebab yg dari luar
XX
Penyebab morbiditas dan kematian eksternal
XXI
Faktor faktor yg memengaruhi status kesehatan dan hubungannya dengan jasa kesehatan
XXII
Kode kegunaan khusus
















               












Contoh kode ICD-10 untuk Diseases of the Circulatory System (100-199) (Bustan, 2002) :
1.      100-102 : Acute Rheumatic Fever.
2.      105-109 : Chronic Rheumatic Heart Disease.
3.      110-115 : Hypertensive Disease (eq. Essential Hypertension, Secondary Hypertension).
4.      120-125 : Ischemic Heart Disease (al. Acute Myocardial Infraction, Angina Pectoris, Coronary artheroscelerosis).
5.      126-128 : Disease of Pulmonary Circulation (eq. Acute/chronic Pulmonary Heart Disease).
6.      130-152 : Other Forms of Heart Disease (Pericarditis, Heart Failure, Myocarditis).
7.      160-169 : Cerebrovascular Disease.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Diagnosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh seseorang. Untuk menentukan adanya penyakit dapat dilakukan diagnosis dengan cara : Anamnesis, Tanda, dan Pemeriksaan Tes. Metode diagnosis pada komunitas yaitu : Interview, Observasi lapangan, Intervensi Terdapat 5 jenis diagnosis antara lain : Diagnosis Pasti, Diagnosis Kerja, Diagnosis Banding, Diagnosis Akhir, dan Diagnosis Eksjuvantibus.
2.      Kasus adalah seseorang yang terdiagnosis mengalami penyakit. Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sehat jika dia merasa dirinya sakit.  Menurut H.L. Bloom status kesehatan masyarakat/individu dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu Genetik, Perilaku, Lingkungan, dan Pelayanan Kesehatan.
3.      Klasifikasi penyakit adalah penyusunan ke dalam kelompok tertentu berdasarkan hubungan antara kelompok dengan sifat-sifat yang dimiliki. Dalam penyakit juga terdapat atau memiliki rentan keseriusan, efek, durasi, keseriusan, dan keluasan berdasarkan hal tersebut dan variabel lainnya, penyakit juga diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu akut, sub akut, dan kronis. ICD digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit dan masalah kesehatan lainnyadicatat pada berbagai jenis kesehatan dan catatan penting termasuk sertifikat kematian dan catatan kesehatan. Selain itu ICD adalah suatu sistem klasifikasi penyakit dan beragam jenis tanda, simptoma, kelainan, komplain dan penyebab eksternal penyakit. Setiap kondisi kesehatan diberikan kategori dan kode.
A.    Saran
1.      Sebaiknya Kita sebagai anggota masyarakat harus mengubah persepsi kita tentang sehat dan sakit agar mendekati konsep yang lebih objektif dan menggunakan sarana kesehatan sesuai yang diharapkan.
2.      Sebaiknya instansi kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit lebih mengoptimalkan penggunaan sistem informasi kesehatan dalam meng-klasifikasikan penyakit berdasarkan ICD (Internatioanl Classification Of desease) agar memudahkan dalam pengelompokkan penyakit untuk kepentingan penanganan pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien

DAFTAR PUSTAKA
A, Ahlbom dan S, Norel.1992. Pengantar Epidemiologi Modern, Jakarta : Yayasan Essentia Medica.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Azwar. 2006. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran   EGC Bustan. 2000 . Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Bustan, M.N. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:  Rineka Cipta.
Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung :  PT. Citra Aditya :Bakti
Friedman, Garry D. 1986. Prisip Prisip Epidemiologi. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Handayani, L., dan Sutikno, T., 2008, Sistem Pakar untuk Diagnosis Penyakit THT Berbasis Web dengan e2gLite Expert System Shell, Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Levey, Andrew S, dkk. 2005. “Definition Classification of Chronic Kidney Disease : A position statement from kidney diseases : Improving global outcomes”. Vol 67 : 2089-2100. New England. International Society of Nephrology.

Manalu, Flapper Sahat, 2010. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru. Vol.9 :1340-1346. Jurnal Ekologi Kesehatan

Noor, 1997. Pengantara Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : PT.Rineka Cipta.
Notoatmojo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta : PT.Rineka Cipta.

Pradono, J., Hapsari, D., Sari, P. 2009. Kualitas Hidup Penduduk Indonesia Menurut International Classification Of Functioning, Disability, And Health (ICF) dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2007). Bulletin Penelitian Kesehatan, Supplement 2009: 1-10.

Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : .Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Notoatmojo, Soekidjo. 2011.Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ryadi, Slamet. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika.
Suriadi & Yuliani, R. 2010. Buku Pegangan Praktik Klinik : Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi : 2. Jakarta : Seto Segong.

















0 komentar:

Posting Komentar